Minggu, 26 Juni 2016

Sepotong Bulan yang Tak Rapi

Malam ini kulihat sepotong bulan
separuh saja, namun tak rapi
seperti baru saja anak kecil menggigit pinggirnya lalu mencampaknya

Sepotong bulan yang tak rapi
dia sendiri
serpih-serpih awan seperti tak perduli
lalu lalang di sekitar

Selasa, 21 Juni 2016

LEBIH BAIK, by CJR (Lagu Perpisahan)

Assalamu'alaikum...
ini nih liirk lagu "Lebih Baik" yang lagunya dinyanyiin anak-anak di hari terakhir saya mengajar..


LEBIH BAIK


tiada kata yang dapat ku ucap
saat kau pergi
ku hanya diam menatap langkahmu
meninggalkan kita

oooh oooh
oooh oooh
oooh oooh

Tak Berjodoh Lagi...


Assalamu'alaikum..
Haluuu.. Lama tak jumpa :)

Kali ini mau cerita masalah kerjaan. Masih ingat pekerjaan terakhir saya sebagai TU di salah satu sekolah menengah pertama swasta, yang akhirnya setelah setahun saya resign? dengan beberapa alasan yang pernah saya ceritakan di sini.



Nah, setelah jobless sekitar 6 bulan, akhirnya ketrima kerja jadi guru di SMP lain dekat kontrakan. Bahagiaaaa...., bisa dapat kerjaan sesuai passion :D

Tapi....
ternyata tak berjodoh (lagi) juga dengan tempat ini :(

4) BERDAGANG

Bagaimana Saba lima sahabat dapat menjual buah nangka Wak Ondok dengan harga mahal? Lebih mahal daripada harga ijonnya? Bahkan lebih mahal daripada harga pasaran?

Mulanya nangka itu dibungkus dengan melongsong daun kelapa. Tentulah Wak Ondok yang menganyam daun kelapa itu. Diselongsongnya ketika nangka ini masih muda. Sekarang sudah matang. Untuk tidak dimakan tupai. Tidak juga dimakan luwak. Tidak pula ada bubuknya. Nangka itu utuh dan bagus bentuknya. Menyenangkan sekali.

"Harus laku lima ratus!" begitu tekad si Saba.

"Salahmu sendiri!" kecam si Jupri. "Kenapa kau janjikan Wak Ondok beras, ikan asin, dan segala macam. Coba kalau cuma daun nipah dan tembakau, laku tiga ratus juga sudah cukup mewah!"

"Yang aku pernah lihat, sebagus-bagus nangka, paling tinggi harganya cuma dua ratus lima puluh," si Danu memberikan taksirannya.

"Sekarang tidak ada musim buah," bantah Saba keras. "Nangka pasti maju. Dengan seribu satu akal, nangka ini mesti laku lima ratus."

Kawan-kawannya terdiam.

Si Ripin mulai memanjat. Diikatnya tangkai nangka itu dengan tali timba, yang mereka pinjam dari rumah Bang Umar. Lalu si Ripin menutuhnya dengan parang panjang.